1. |
Kekuasaan (Versi Balada)
00:56
|
|||
Apa arti kuasa bila akhir sudah di ujung mata?
|
||||
2. |
Istana (Versi Balada)
04:29
|
|||
Mereka bersembunyi begitu jauh setinggi awan
Kokoh terbentengi
Di sekelilingnya pagar-pagar
bertebaran kepala-kepala manusia-manusia tak bersalah
Berserakan nama-nama pejuang
Pejuang-pejuang yang dilupakan
Di tengah-tengahnya kolam hitam
Pekat akan sisa-sisa bangkai perang dan pertikaian
Berceceran bekas darah
Darah-darah manusia tak bernama
Berguguran harapan-harapan
Masa depan yang terarah
|
||||
3. |
||||
Alkisah, suatu negeri
Berbagi dunia dengan kita kini
Satu sama lain menyahut “saudaraku”
Satu sama lain menyebut “dosamu, masa lalu”
Tanah kering menjadi hijau merdu
Berpupuk kasih dan sabar akan waktu
Menjelma duka dan amarah menjadi petuah
Menulari mereka yang terjangkit luka yang sama
Orang-orang tua dilindungi
Ilmu, riwayat, dan segala warisannya
Anak-anak muda diberkati
Nurani, badan, akal, segala tindakannya
Menghormati hujan dan matahari
Memberi arti tiap nyawa tanpa kecuali
Alkisah, seindah itu suatu negeri
Berbeda meski berbagi dunia dengan kita kini
Meski negeri itu sudah tak ada lagi
Dibantai tamak dibakar benci
Terusir hina dari tanahnya sendiri
Oleh segala kerendahan hati
Yang ditafsirkan berarti kelemahan diri
Karena meremehkan mereka
Yang tak peduli akan hujan dan matahari
|
||||
4. |
Penjuru Menyatu
02:22
|
|||
Penjuru menyatu
Mencari temu di titik terpusat
Berakar tenaga dan cahaya
Selaras arah, seirama
Menyatu padu di titik tertengah
Biar lepas membaur satu
|
||||
5. |
Gerhana (Versi Balada)
05:37
|
|||
Pada detik rindu menetas menjadi buih-buih sesal
saat itulah goresan puisiku membata terpenggal-penggal
pada detik kenangan menyergap dari wangimu di tepi ruang
saat itulah malamku menjelma hampa getir yang menggumpal-gumpal
jika lebih seksama kudengar acak gemerisik sekitar
ada yang seakan kerap hendak mereka hantar semacam sajak,
serupa samar pesan
bak rahasia yang tergambar lewat gerhana bulan
pada waktu bibir beranak kutuk
kau, malaikatku menumbuh tanduk
ketika itulah lutut cinta pun takluk bertekuk
cerca aku karena tak cakap baca pesan
karena terbuta dari beribu-ribu sajak
karena tergagap dekap cinta yang menyesakkan
karena tertimbun tebal sesal yang kian berkerak
...rupanya itu rahasia yang mereka hendak sampaikan
bak yang tergambar lewat gerhana bulan
|
||||
6. |
||||
Bergegaslah menuju muara
Tanah basah yang kaya udara
Meski selamat pada akhirnya
Selain kita akan musnah tak berdaya
Menjadi debu, arang, hanyut, terlupakan
Menjadi legenda yang lambat laun juga akan punah,
hilang terkubur zaman
Bergegaslah menuju muara
Tanah basah yang kaya udara
Di sanalah kita beristirahat
Membesarkan anak-anak muda
Merawat pahlawan yang terluka
Menjaga mata air, menanam akar
Menggali parit, menjaring garam
Menggambar sejarah, melagukan kehilangan
Menyucikan sumpah, memberkati ampunan
Bergegaslah menuju muara
|
||||
7. |
Kebaikan (Versi Balada)
04:35
|
|||
Hanya kebaikan tumbuh dari tanah
Ia yang kau pijak bukan kau injak
Ia untuk dahi bukan untuk kaki
Hanya kebaikan tumbuh dari tanah
Ia untuk kau tanami bukan kau ludahi
Ia memberi bukan menghalangi
|
||||
8. |
||||
Lelaki baya mendayung sampan sebelum gelap tiba menghadang
Pada pukat dan kailnya, ia serahkan nasib tanpa bertanya
Wanita renta terpapar surya sepanjang siang di hijau ladang
Pada daun teh dalam keranjang, ia serahkan nasib tanpa bertanya
Pria muda menjulang tinggi di atas gedung yang separuh jadi
Pada palu baja dan batu bata, ia serahkan nasib tanpa bertanya
Gadis kecil berlumur debu di sela angkutan dan jalan raya
Pada serak suara dan tamborinnya, ia serahkan nasib tanpa bertanya
Manusia berkeringat dari gunung hingga laut dari kampung hingga kota
Tanpa peduli bertanya “untuk apa?”
|
||||
9. |
||||
Bersembunyi di temaram senja
Merapal sajak penentram duka
Betapa rapuh ia karena dosa
Betapa butuh ia diselamatkan doa
Gelap menyergap di pudarnya senja
Bagai bahaya yang tak bersuara
Betapa panjang malam menghantui
Betapa butuh ia menghimpun nyali
Tetaplah gagah, wahai putri yang bersembunyi
Gelap hanyalah teman yang kau takuti
Kala mentari bangkit kembali esok pagi
Sambutlah kicau burung dan embun yang membasahi
|
||||
10. |
||||
Anak kijang berlari acak
Menerjang padang berumput ilalang
Tombak melayang membelah udara
Menancap tepat di tubuh kijang
Darah menyembur hebat
Pekik melengking kuat
Anak kijang meraung-raung
Meronta meminta tolong
Harapan hilang maut melonglong
Gelap menghampiri di siang bolong
|
||||
11. |
Kehendak (Versi Balada)
01:27
|
|||
Tiada yang lebih berat melebihi hasrat
Kehendak untuk diri
Kehendak untuk menjadi
Tiada yang lebih sulit melebih rendah hati
Kehendak yang mati
Kehendak yang ditakluki
|
||||
12. |
Sujud (Versi Balada)
04:11
|
|||
Kepada bumi kami menghadap
Jatuhkan dahi menuju tanah
Mengubur cahaya di balik mata
Menatap hampa
Meruang angkasa
Bebaskan akal dari waktu
Detik ini, harapan, dan masa lalu
Biarkan gelap menuntun jalan
Lepaskan kuasa akan ingatan
|
Senyawa (Official) Yogyakarta, Indonesia
Rully Shabara and Wukir Suryadi. Voice and Handmade Instruments. Human and Nature. Mind and Soul.
Streaming and Download help
If you like Senyawa (Official), you may also like:
Bandcamp Daily your guide to the world of Bandcamp